
Abuya Muda Waly Setelah beberapa tahun belajar di Bustanul Huda, beliau mengungkapkan niatnya untuk melanjutkan pendidikannya kepesantren di Aceh Besar kepada ayahnya, Syekh H.Muhammad Salim. Ayah beliau sangat senang mendengarkan niat beliau. Apalagi Syekh H.Muhammad Salim telah mengetahui bahwa putranya ini telah menamatkan kitab-kitab agama yang dipelajari di Pesantren Bustanul Huda.
Sebagai bekal dalam perjalanan beliau dari Labuhan Haji, ayahanda beliau memberikan sebuah kalung emas yang lain merupakan milik kakak kandung Syekh Muda Waly, yaitu Ummi Kalsum. Beliau diantar oleh ayahanda beliau dari desanya sampai ke kecamatan Manggeng. Setelah sampai ke Manggeng, ayahanda beliau berkata”Biarkan aku antarkan engkau sampai ke Blang Pidie”. Sesampainya di Blang Pidie, Syekh Muhammad Salim berkata kepada putranya, Syekh Muda Waly”biarkan aku antarkan engkau sampai ke Lama Inong”. Pada kali yang ketiga ini Syekh Muda Waly merasa keberatan, karena seolah olah beliau seperti tidak rela melepaskan anaknya merantau jauh untuk menuntut ilmu. Syekh Muda Waly berangkat ke Aceh Besar ditemani seorang temannya yang juga merupakan tamatan dari pesantren Busranul Huda, namanya Teungku Salim, beliau merupakan seorang yang cerdas dan mampu membaca kitab-kitab agama dengan cepat dan lancer
Sesampainya di Banda Aceh, beliau berniat memasuki Pesantren di Krueng Kale yang dipimpin oleh Syekh H.Hasan Krueng Kale,ayahanda dari Syekh H.Marhaban, menteri muda pertanian Indonesia para masa Sukarno. Beliau sampai di Pesantren Krueng kale pada pagi hari, pada saat syekh Hasan Krueng Kale sedang mengajar kitab-kitab agama. Dianatar kiatabynag dibacakan adalah kitab Jauhar Maknun. Syekh Muda Waly mengikuti pengajian tersebut. Sebelum Dhuhur selesailah pembacaan kitab tersebut, dengan kalimat terkhit Wa huwa hasbi wa ni`mal wakil. Setelah selesai pengajian Syekh Muda Waly merasa bahwa syarahan syarahan yangdiberikan oleh Syekh Hasan Krueng Kaletidak lebihdari pengetahuan yang beliau miliki dan apabial beliau membacakan kitab tersebut maka beliau juag akan sanggup menjelaskan seperti syarahann yang dipaparkan oleh Syekh Hasan Basri. Walaupun demikian beliau tetang menganggap Syekh Hasan KruengKale sebagai guru beliau . Bagi Syekh Muda Waly, cukuplah sebagai bukti kebesaran Syekh Hasan Krueng Kale, apabila guru beliau Syekh Mahmud Blang Pidie adalah seorang alumnus Pesantren Kuerng Kale. Syekh Muda Waly hanya satu hari di Pesantren krueng Kale. Beliau bersama Tengku Salim mencari pesantren lain untuk menambah ilmu. Akhirnya merekapun berpisah. Pada saat itu ada seorang ulama lain di Banda Aceh yaitu Syekh Hasballah Indrapuri, beliau memiliki sebuah Dayah di Indrapuri. pesantren ini lebih menonjol dalam ilmu Al-Qur an yang berkaitan dengan qiraat dan lainnya. Syekh Muda Waly merasakan bahwa pengetahuan beliau tentang ilmu Al –Quran masih kurang. inilah yang mendorong beliau untuk memasuki Pesantren Indrapuri. Pesantren Indrapuri tersebut dalam simtem belajar sudah mempergunakan bangku, satu hal yang baru untuk kala itu. Pada saat mengikuti pelajaran, kebetulan ada seorang guru yang membacakan kitab-kitan kuning, Syekh Muda Waly tunjuk tangan dan mengatakan bahwa ada kesalahan pada bacaan dan syarahannya, maka beliau meluruskan bacaan yang benar beserta syarahannya. Dari situlah Ustad dan murid-murid kelas itu mulai mengenal anak muda yang baru datang kepesantren itu dan memiliki pengetahuan yang luas. Maka ustad tersebut mengajak beliau kerumahnya dan memerintahkan kepada pengurus pesantren untuk mempersiapakan asrama temapat tinggal untuk beliau, kebetulan sekali pada saat itu perbekalan yang dibawa Syekh Muda Waly sudah habis, maka dengan adanya sambutan dari pengurus pesantren tersebut beliau tidak susah lagi memikirkan belanja.
Pimpinan Pesantren Indrapuri tersebut, Teungku Syekh Hasballah Indrapuri sepakat untuk mengangkat Syekh Muda Waly sebagai salah satu guru senior di Pesantren tersebut. Semenjak saat itu Syekh muda Waly mengajar di pesantren tersebut tanpa mengenal waktu. Pagi, siangso, sore dan malam semua waktunya dihabiskan untuk mengajar. Tinggallah sisa waktu luang hanya antara jam dua malam sampai subuh. Waktu waktu itupun tetap diminta oleh sebagian santri untuk mengajar. Selama tiga bulan beliau mengajar di Dayah tersebut. Karena padatnya jadwal beliau dan beliau kelihatan kurus, tetapi alhamdulillah walaupun demikian beliau tidak sakit.
Setelah sekian lamanya di Pesantren Indrapuri, datanglah tawaran dari salah seorang pemimpin masyarakat yaitu Teuku Hasan Glumpang payung kepada Syekh Muda Waly untuk belajar ke sebuah perguruan di Padang, Normal Islam School yang didirikan oleh seorang ulama tamatan Al-Azhar, Mesir Ustad Mahmud Yunus. Teuku Hasan tersebut setelah memperhatikan pribadi syekh Muda Waly,timbullah niat dalam hatinya bahwa pemuda ini perlu dikirim ke Al-Azhar, Mesir. Tetapi karena di Sumatra Barat sudah terkenal ada seorang Ulama yang telah menamatkan pendidikannya di Al Azhar dan Darul Ulum di Cairo, Mesir yang bernama Ustad Mamud Yunus yag telah mendirikan sebuah perguruan di Padang yang bernama Normal Islam School yang sudah terkenal kala itu melebihi perguruan perguruan sebelumnya seperti Sumatra Thawalib. Oleh sebab itu Teuku Hasan mengirimkan Syekh Muda Waly ke pesantren tersebut sebagai jenjang atau pendahuluan sebelum melanjutkanke al Azhar.
Berangkatlah Syekh Muda Waly menuju Sumatra barat dengan kapal laut.Beliau sama sekali tidak mengetahui tentang Sumatra Barat sedikit pun,dimana letak Normal Islam School dan kemana beliau harus singgah.tiba tiba saja ada seorang penumpang yang telah lama memperhatikan tingkah laku dan gerak gerik Syekh Muda Waly selama di kapal ,bersedia membantu Syekh Muda Waly untuk bisa sampai ketempat yang beliau tuju.
Setelah sampai di Normal Islambeliau segera mendaftarkandiri di Sekolah tersebut. Lebih kurang tiga bulan beliau di Normal Islam dan akhirnya beliau mengundurkan diri dan keluar dengan hormat dari Lembaga pendidikan tersebut.Hal ini beliau lakukan dengan beberapa alasan :
1.Cita-cita melanjutkan pendidikan kemana saja termasuk ke Normal Islam dengan
tujuan memperdalm ilmu agama,karena cita-cita beliau mudah-mudahan beliau menjadi seorang ulama sperti ulama ulam besar lainnya.Tetapi rupanya ilmu agama yangdiajarkan di normal Islam amat sedikit.Sehingga seolah olah para pelajar disitu sudah dicukupkan ilmu agamanya dengan ilmu yang didapati sebelum memasuki pesantren tersebut.
2.Di normal Islam pelajaran umum lebih banyak diajrakan ketimbang pelajaran agama.Disana diajarkan ilmu matematika,kimia,biologi,ekonomi,ilmu falak,sejarah
3. Di normal Islam beliau harus menyesuaikan diri dengan peraturan peraturan di lembaga tersebut,Di situ para pelajar diwajibkan memakai celana ,memakai dasi,ikut olah raga disamping juga mengikuti pelajaran umum diatas.Menurut hemat Syekh Muda Waly,kalau begini,lebih baik beliau pulang ke Aceh mengamalkan dan mengembangkan ilmu yang telah beliau miliki daripada menghabiskan waktu dan usia di Sumatra Barat.
Setelah beliau keluar dari Normal Islam,beliau bertemu dengan salah seorang pelajar yang juga berasal dari Aceh dan sudah lama di Padang yaitu Ismail Ya`qub,penerjemah Ihya `ulumuddin .Bapak Ismail Ya`qub menyampaikan kepada Syekh Muda Waly supaya jangan cepat cepat pulang ke Aceh,tetapi menetaplah dulu di Padang,barangkali ada manfaatnya.
Pada suatu sore beliau mampir untuk berjamaah maghrib di sebuah surau yaitu di Surau Kampung Jao.Setelah shalat maghrib kebiasaan disurau itu diadakan pengajian dan seorang ustaz mengajar dengan membaca kitab berhadapan dengan para jamaah.rupanya apa yang di baca oleh ustaz itu beserta syarahan yang di sampaikan menurut Syekh Muda Waly tidak tepat,maka beliau membetulkan.sehingga ustaz itu dapat menerima.sedangkan jamaah para hadirin bertanya-tanya tentang anak muda yang berani bertanya dan membetulkan pendapat ustaz itu.
Akhirnya para jamaah beserta ustaz tersebut meminta beliau supaya datang kesurau itu untuk menjadi imam solat dan mengajarkan ilmu agama . Begitulah dari hari ke hari,ayahku mulai dikenal dari satu surau ke surau yang lain , dan dari satu mesjid ke mesjid yang lain. Apalagi beliau bukan orang
Pada masa itu pula sedang hangat-hangatnya di Sumatra Barat tentang masalah- masalah keagamaan yang sifatnya adalah sunat-sunat’ seperti masalah usalli,masalah hisab dalam memulai puasa Ramadan,hari raya ‘Id al –fitr dan lain lain.Terjadilah perdebatan antara kelompok kaum tua dengan kelompok kaum muda.
Syekh Muda Waly berasal dari Aceh dalam kelahiran,dan pendidikannyai,tentu saja berpendirian dalam semua masalah masalah itu seperti pendirian para ulama Aceh sejak zaman dahulu,karena semua ulama Aceh khususnya dalam bidang syari’at dan fiqh islam tidak ada bertentangan antara yang satu dengan yang lain.Apalagi ulama ulama Aceh zaman dahulu seperti syeikh Nuruddin al-Raniri,Syeikh Abdul Rauf al-fansuri al-singkili [Syiahkuala],Ssyeikh Hamzah Fansuri,Syekh Syamsuddin Sumatrani dan lain lain.Semuanya bermazhab Syafi`I dan antara mereka tidak terjadi pertentangaan dalam syari``at dan fiqh Islam kecuali hamya perbedaan pendapat dalam masalah tauhid yang pelikdan sangat mendalam ,yaitu masalah Wahdah al-Wujud,juga masalah hukum Islam yang berkaitan dengan politik,seperti masalah wanita menjadi raja.
Karena itulah maka semua masalah masalah kecil di atas sangat dikuasai oleh Syekh Muda Waly dalil dalil hukum dan alasan alasannya ,al Qur’an dan hadist ,dan juga dari kitab kitab kuning. Karena itulah ,maka terkenallah beliau di
Kemudian Syekh Muda waly juga berkenalan dengan Syekh Muhammad Jamil Jaho. Maka beliau mengikuti pengajian yang diberikan oleh Ulama besar
Apabila datang hari hari besar islam ummat Islam di Kota
Selama di Makkah Syekh Muda Waly seangkatan dengan Syekh Yasin Al fadani,seorang ulaam besar keturunan
.
Pada waktu Syekh Muda Waly berada di Madinah pada setiap saat shalat beliau selalu menziarahi kuburan yang mulia Rasulullah Saw.Pada waktu itu siapa saja yang menziarahi kuburan Nabi secara dekat, akan dipukul oleh polisi dengan tongkatnya.tetapi pada saat Syekh Muda Waly sedang bermunujat dekat makam Rasullualah,beliau didekati oleh polisi,ingin memukul beliau,maka Syekh Muda Waly langsung berbicara dengan polisi tersebut dengan bahasa arab yang fasih sehingga polisi tersebut tertarik dengan beliau dan membiarkan beliau duduk lama didekat maqam Nabi SAW.Di Madinah Syekh Muda Waly berdiskusi dengan para ulama ulama dari negeri lain terutama dari Mesir.Beliau tertarik dengan dengan perkembangan ilmu pengetahuan di negeri Mesir,sehingga beliau sudah bertekat menuju ke Mesir,tetapi beliau lupa bahwa pada saat itu beliau membawa istri beliau Hajjah Rabi`ah.Istri beliau keberatan ditinggalkan untuk pulang ke Indonesia.akhirnya beliau urung berangkat ke Mesir.
Selama beliau di Makkah ataupun Madinah beliau tak sempat mengambil ijazah dalam Tahariqat apapun.Hal ini kemungkinan besar karena dua hal :
1.Karena beliau berada di tanah suci lebih kurang hanya tiga bulan ,waktu yang sangat singkat bagi beliau yang mempunyai cita-cita besar untuk menggali ilmu dari berbagai ulama.Sehingga habislah waktu beliau hanya untuk menemui dan berdiskusi dengan para ulama lainnya.
2.pada umumnya para pelajar yang datang ke Tanah suci untuk mengamalkan thariqat,mengambil ijazah, dan berkhalwat harus berada di tanah suci pada bulan Ramadan.Karena pada bualn Ramadan halaqah pengajian sepi bahkan libur.Semua waktu dalam bulan Ramadhan dutujukan untuk beribadah.Sedangkan Syekh Muda Waly berada di Tanah suci bukan dalam bulan Ramadhan .
Maklumat diambil dari blog santri MUDI MESRA : http://santrimudimesra.blogspot.com/2009/06/syaikh-muda-wali-al-khalidi-page-1.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar